Jumat, 18 Februari 2011

Saudaraku Maafkan...

DPRa PKS KAPUK MUARA

Saudaraku Maafkan...


Ikwahfillah Rahimakumullah, maafkan . . .

Saudaraku, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya bagi kita semua dan semoga salawat serta salam selalu tercurah kepada baginda RasululLah SAW.

Saudaraku sungguh berat rasanya lidah ini mau berkata ketika sebuah nasihat dikatakan hanya sebuah retorika atau permainan kata belaka. Tetapi, sungguh tak tertahankan pula sedih di hati ini melihat apa yang terjadi diantara 'kita'.

Saudaraku, keyakinan bahwa masih terekam dengan sangat jelasnya di hati kita semua akan hadits RasululLah SAW yang menyatakan "agama itu adalah nasihat" maka aku kuatkan tekad untuk menuliskan sebuah taushiyah yang pernah kubaca. Nasihat untuk diriku sendiri dan juga untuk kita semua.


Saudaraku seaqidah . . . marilah kita ingat sejenak . . .


Ketika saya bersitegang dengan antum/na dalam suatu rapat. Ketika saya acuh dalam pertemuan selintas. Ketika keluar ucapan kasar dengan serapah. Ketika ada ganjalan yang menghujam kalbu. Ketika tiris dan hambar senyum terkembang. Ketika mengingkari kehadiran antum dalam dakwah. Ketika secara sadar nilai maknawi ternodai. Ketika perasaan lebih benar menguasai diri. Ketika memandang antum/na lebih rendah daripada kufar. Ketika merasa paling beramal. Ketika interaksi kita hanya sebatas basa-basi. Ingatlah kembali semuanya.

Maafkan atas kesadaran yang terlambat. Menyadari hak antum/na yang tersita. Maafkan kekerasan hati, kelemahan jiwa, kurangnya pengetahuan dan minimnya lapang dada. Maafkan ambisi yang besar dan perasaan mau menang sendiri. Maafkan kelalaian dan empati yang tipis untuk mengerti dan mengutamakan antum/na. Maafkan.

Maafkan saya yang telah menggugurkan kehormatan dan kemuliaan antum/na. Semoga rasa maaf antum/na mampu mengganti murka Allah SWT. Menjadi air yang memadamkan gejolak api neraka, pelapang atas sempitnya dada yang merasa bersalah.


Sekali lagi maafkan saya dalam interaksi ukhuwwah kita.


Persaudaraan menjadi kata yang teramat mahal hari ini. Padahal ini kunci kejayaan ummat Islam di masa silam. Kata yang mampu mengejawantahkan aqidah dalam segala manifestasinya. Ukhuwwah adalah buah dari kualitas keimanan. Semakin bagus kualitas keimanan seseorang, semakin bagus pula pemahaman dan penerapan nilai ukhuwwah dalam dirinya. Karenanya Imam As-Syahid Hasan Al-Banna menegaskan "Dakwah dibangun diatas keimanan yang melahirkan ukhuwwah dan jama'ah yang membawa kepada persatuan".

Lebih jauh ukhuwwah adalah nikmat Allah SWT yang besar. Memutuskan ukhuwwah sama dengan mengkufuri nikmat tersebut.
Allah SWT berfirman :

"Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah keseluruhannya, dan janganlah kamu berpecah belah. Ingatlah kamu akan nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepadamu, ketika kamu dalam keadaan bermusuhan. Lalu Allah menyatukan hati-hati kamu. Maka jadilah kamu dengan nikmat-Nya bersaudara". ( QS Ali Imran [3] : 3 ).

Ust. Ahmad Yani menegaskan dalam kitab refleksi ukhuwah :

"Sifat persaudaraan muslim selalu meletakkan kehormatan dan izzah seorang muslim sebagai harga diri yang harus dipenuhi hak-haknya oleh muslim lainnya".

Namun mari kita hitung kembali semua itu hari ini. Apakah setiap kita melihat ikhwah kita, yang pertama teringat adalah hak ukhuwwahnya yang harus kita tunaikan ? Apakah pertanyaan kita sebelum menuntut amanah adalah seputar keadaannya ?

Disebelah manakah diri kita dari seruan dakwah yang penuh cinta kasih yang disampaikan oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna :

"Betapa inginnya kami agar umat ini mengetahui bahwa diri mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri. Kami berbangga ketika jiwa-jiwa kami gugur sebagai penebus kehormatan mereka, jika memang tebusan itu diperlukan. Atau menjadi harga bagi tegaknya kejayaan, kemuliaan dan terwujudnya cita-cita mereka, jika memang itu harga yang harus dibayar. Tiada sesuatu yang membuat kami seperti ini selain rasa cinta yang mengharu biru di hati kami, menguasai perasaan kami, memeras habis air mata kami dan mencabut rasa ingin tidur dari pelupuk mata kami. Betapa berat rasa di hati kami menyaksikan bencana yang mencabik-cabik ummat ini. Sementara kita hanya sanggup menyerah pada kehinaan dan pasrah pada keputusasaan".

Masih adakah alasan bagi kita untuk menunda sikap mulia, mencintai saudara kita. Masih adakah ambisi lain dalam diri kita untuk bersengketa dengan mereka dalam dakwah ?. kecuali bahwa niat yang ikhlas telah berganti dengan pamrih atau hati yang lembut telah keras membatu. Sementara kita belum lagi membuktikan komitmen keimanan.

"Kami tidak mengharapkan sesuatu pun dari manusia. Tidak mengharapkan harta benda atau apapun imbalan lainnya. Tidak juga popularitas, apalagi sekedar ucapan terima kasih. Yang kami harapkan hanyalah pahala dari Allah SWT, Zat Yang Telah Menciptakan kami".

WalLahua'lam bis-showaab ( Akhukum FilLah ).

Posted by Abu Rafah

0 komentar: