Senin, 21 Februari 2011

Taujih Sambut Mukernas PKS 2011



DPRa PKS KAPUK MUARA

Taujih Sambut Mukernas PKS 2011
by Partai Keadilan Sejahtera on Monday, 14 February 2011 at 07:42
Oleh : Cahyadi Takariawan*

Apa makna menjadi pengurus organisasi dakwah bagi para kader? Tentu
sangat banyak maknanya, namun saya mengajak anda melihat dari dua
aspek ini saja: lahan kontribusi dan lahan kaderisasi. Dua makna
penting yang harus menjadi cara pandang kita dalam kehidupan
berstruktur atau berorganisasi dakwah.

Pertama adalah lahan kontribusi. Organisasi dakwah telah mendidik dan
menyiapkan banyak kader dengan beragam potensi dan keahlian. Semua
potensi dan semua keahlian yang dimiliki para kader sangat bermanfaat
bagi organisasi dalam mengelola semua aktivitas dan programnya untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dengan dilibatkannya para kader
dalam struktur kepengurusan, telah menjadi lahan berkontribusi yang
nyata untuk mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki.

Ada potensi administrasi, ada potensi kepemimpinan, ada potensi
manajerial, ada potensi loby, ada potensi ekonomi, sosial, politik,
pendidikan, kesehatan, hukum dan lain sebagainya. Keseluruhan potensi
tersebut diwadahi dalam bingkai struktur organisasi, menempatkan orang
yang tepat pada posisi yang tepat sesuai kemampuan, keahlian dan
potensi yang dimiliki. Dengan manajemen yang tepat, semua potensi
diolah dalam sebuah orkestra kepengurusan yang harmonis, sehingga
menghasilkan simponi yang indah, teratur, berirama dan terarah.

Orkestra bisa kacau, atau menghasilkan lagu yang tidak enak didengar,
sumbang dan tidak serasi, karena ada bagian dari pemain orkestra yang
tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa tidak melaksanakan
tugas dengan baik? Bisa jadi karena tidak sesuai kemampuan dan
keahliannya. Ahli gitar yang diminta memainkan biola tentu tidak akan
menghasilkan harmoni yang tepat. Bisa jadi pula karena kualitas dan
integritas pribadi yang bersangkutan, yang tidak memiliki kemampuan
untuk bekerja dalam tim, atau tidak memiliki obsesi serta cita-cita
kemajuan dan perbaikan. Dia tidak peduli kalau konser orkestra
tersebut berantakan dan tidak sukses.

Dalam perspektif ini, menjadi pengurus organisasi dakwah di level
apapun, di pusat, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan ataupun
desa/kelurahan, menjadi lahan bagi kader untuk mengkontribusikan
waktu, tenaga, pemikiran dan semua potensi yang dimiliki bagi
tercapainya tujuan-tujuan organisasi dakwah. Keterlibatan dalam
struktur organisasi menjadi sarana tersalurkannya berbagai kemampuan
dan keahlian kader, yang sesuai dengan dinamika internal dan eksternal
organisasi tersebut. Ini merupakan makna yang penting, dimana segala
potensi kader bisa tersalurkan dalam wahana dan sarana yang tepat
untuk dikontribusikan bagi pencapaian tujuan.

Pada sisi yang lain, organisasi dakwah dipenuhi oleh para kader yang
memang memiliki kapasitas yang memadai sehingga menyebabkan organisasi
menjadi dinamis dan memiliki keunggulan kompetitif. Pada akhirnya
bertemulah antara lahan kontribusi kader dengan kebutuhan organisasi
dakwah yang dinamis. Potensi kader terkontribusikan secara optimal,
pada saat yang sama organisasi dakwah menjadi kuat dan unggul karena
dikelola oleh para kader yang penuh potensi.

Namun jangan hanya memandang posisi kepengurusan hanya dari segi lahan
kontribusi kader saja, harus digenapkan cara pandang kita dengan
memahami bahwa kepengurusan organisasi dakwah adalah lahan kaderisasi.
Inilah makna kedua dari kepengurusan organisasi dakwah, dan merupakan
makna yang sangat penting bagi sebuah organisasi kader. Menjadi
pengurus organisasi adalah lahan melakukan kaderisasi, dimana setiap
saat, setiap periode kepengurusan, kader datang silih berganti mengisi
pos-pos yang tepat bagi dirinya.

Di sisi ini terjadi sesuatu yang unik, karena kedua makna ini bisa
dipandang sebagai sesuatu yang sinergis, namun bisa juga dipandang
sebagai sesuatu yang kadang bertubrukan kepentingan. Dalam perspektif
sinergis, kepengurusan dalam organisasi dakwah adalah lahan kontribusi
bagi potensi kader yang sekaligus menjadi lahan kaderisasi struktural.
Namun dalam sisi yang bersebelahan, kadang organisasi harus memilih
beberapa personal kader saja untuk menempati pos-pos kepengurusan,
sementara kader jumlahnya sangat banyak yang tidak mungkin tertampung
semua dalam struktur kepengurusan. Tentu ini pilihan yang sulit.

Dalam setiap prosesi pergantian kepengurusan organisasi dakwah lewat
mekanisme Musyawarah, selalu ada suasana khas. Ada pengurus lama yang
sudah berpengalaman dan bertambah ilmunya karena telah melaksanakan
amanah kepengurusan selama satu atau dua periode, namun ada sangat
banyak kader potensial yang siap menempati pos-pos kepengurusan,
dengan menjadi pengurus baru.

Para pengurus lama telah menjadi senior, yang karena memiliki
pengalaman struktural pada periode sebelumnya, menjadi bertambahlah
ilmu, pengetahuan, kecerdasan, ketrampilan dan kemampuannya dalam
menjalankan amanah organisasi. Potensi mereka bertambah besar dan
sangat penting untuk dikontribusikan bagi organisasi dakwah. Namun,
para senior harus pandai menempatkan diri agar tidak terjebak dalam
sebuah suasana status quo, dimana merasa mapan dengan posisi
struktural dalam organisasi dakwah sehingga tidak mau digeser atau
diganti.

Jika kepengurusan jumud dan statis, tidak memberikan kesempatan kepada
kader baru untuk terlibat dalam struktur organisasi, akan menyebabkan
kaderisasi mandeg. Kader-kader baru yang terus bermunculan tidak
mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pembelajaran dan pengalaman
berstruktur, pada saat yang bersamaan organisasi bisa mengalami
kejumudan karena diisi oleh wajah-wajah lama. Untuk itu, pengalaman
berstruktur perlu dibuka seluas-luasnya bagi kader-kader baru, agar
terjadi dinamisasi dan percepatan kaderisasi.

Hal ini tentu saja tidak menghalangi bagi organisasi untuk tetap
mempertahankan beberapa personal lama di beberapa posisi yang dianggap
penting dan perlu diisi oleh senior berdasarkan pertimbangan strategis
yang ada pada waktu itu. Ada tokoh-tokoh senior yang memang sangat
diperlukan untuk menjaga organisasi, namun perlu banyak kader baru
yang harus segera dimunculkan. Komposisi tua – muda atau senior –
yunior ataua lama – baru menjadi penting untuk menjaga agar organisasi
menjadi seimbang dengan adanya kebijakan dan hikmah dari para senior,
namun tetap menggelorakan semangat kader-kader muda.

Pada konteks kaderisasi struktural seperti ini, ada banyak kesadaran
besar yang harus dibangun di hati dan benak semua kader.

Kesadaran pertama, bahwa kontribusi dakwah tidak selalu dan tidak
harus dibangun dalam wadah kepengurusan formal. Sangat banyak lahan
kontribusi untuk menyumbangkan segala potensi yang kita miliki di
jalan dakwah. Menjadi pengurus adalah salah satu lahan kontribusi,
namun tidak mungkin semua kader tertampung dalam struktur kepengurusan
formal. Struktur organisasi dakwah selalu lebih sempit dibandingkan
dengan jumlah dan potensi kader yang dimiliki. Purna kepengurusan
tidak berarti purna kontribusi bagi dakwah, karena kontribusi bisa
diberikan dalam berbagai bidang amal salih yang sangat luas.

Kesadaran kedua, bahwa pengalaman berstruktur dalam organisasi dakwah
merupakan bagian utuh dari proses tarbiyah (pembinaan dan
pengkaderan). Oleh karena itu, para senior harus memberikan tempat dan
kesempatan yang luas bagi para kader muda untuk mengalami dan
merasakan pengalaman berstruktur tersebut. Pemunculan kader menjadi
pengurus baru merupakan sebuah akselerasi pergerakan dakwah, agar
semakin banyak kader memiliki kemampuan, ketrampilan dan pengalaman
berstruktur. Dengan demikian, organisasi dakwah telah menyiapkan aset
yang besar bagi upaya membangun masa depannya.

Kesadaran ketiga, bahwa penempatan kader dalam struktur kepengurusan
merupakan amanah dakwah, bukan sebuah pemuliaan atau penghormatan.
Artinya, jika ada pengurus baru menggantikan pengurus lama, para
pengurus baru ini tengah menerima amanah untuk ditunaikan dengan
sepenuh tanggung jawab dan dedikasi, sedangkan para pengurus lama yang
tidak lagi mendapatkan amanah kepengurusan bukanlah pihak yang
dicampakkan. Kalau menjadi pengurus dimaknai sebagai pemuliaan, maka
tatkala tidak terpilih menjadi pengurus akan dimaknai sebagai
pembuangan, pencerabutan atau pencampakan potensi. Padahal sama sekali
tidak seperti itu maknanya.

Kesadaran keempat, tidak ada rumus pengistimewaan bagi para senior.
Dalam organisasi dakwah, senioritas tidak dimaknai dalam konteks
pragmatis, misalnya diutamakan dalam penempatan kepengurusan, atau
didahulukan dalam penempatan di jabatan publik, diutamakan dalam
fasilitas, dan seterusnya. Kepemimpinan bukanlah proses yang terjadi
secara “urut kacang”, dimana setiap kader bisa menghitung kapan
kesempatan menjadi pemimpin. Tidak seperti itu rumusnya. Untuk
menempati posisi kepemimpinan tidak selalu diambil dari orang yang
paling senior atau lebih senior, namun lebih kepada pertimbangan
kemaslahatan dalam pengertian yang luas. Hal ini penting dipahami,
agar kader yang merasa senior tidak tersinggung ketika dirinya tidak
ditempatkan dalam posisi kepemimpinan di struktur organisasi.

Kesadaran kelima, bahwa pergantian kepengurusan adalah sebuah
keniscayaan. Organisasi perlu diisi berbagai potensi, perlu
diregenerasi, perlu disegarkan dengan adanya pergantian. Proses
pergantian kepengurusan menandakan denyut kaderisasi berjalan dengan
lancar. Tidak mungkin selamanya kader menjadi pengurus organisasi,
harus ada batas waktunya. Maka silih berganti kader datang dan pergi
mengisi pos-pos struktur organisasi, untuk berkontribusi, dan menjadi
lahan kaderisasi.

Kesadaran keenam, bahwa purna kepengurusan berarti memiliki kesempatan
lebih luas untuk aktualisasi potensi di tengah kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara. Setelah berkontribusi melalui struktur organisasi
dakwah, terbentuklah pendewasaan, pengalaman, kemampuan, ketrampilan
yang didapatkan selama masa kepengurusan berlangsung. Hal ini menjadi
modal dan bekal untuk membangun ketokohan sosial, membangun jejaring
sosial, membangun kredibilitas publik, untuk mengambil peran-peran
kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan lebih lanjut.

Kesadaran ketujuh, bahwa tidak ada kamus pensiun dalam aktivitas
dakwah. Periodisasi dalam kepengurusan organisasi dakwah memiliki
makna proses kaderisasi dan regenerasi yang lancar dan teratur di
kalangan kader dakwah. Setiap pengurus organisasi akan pensiun dari
kepengurusan, namun tidak ada kata pensiun dari aktivitas kebaikan.
Dakwah adalah sebuah dinamika yang berkesinambungan dan terus menerus
sampai akhir zaman. Tak pernah ada pensiunan aktivis, walaupun ada
aktivis yang futur. Maka kendati tidak berada dalam barisan
kepengurusan, tidak berarti selesai berkontribusi.

Bagi kader dakwah, totalitas (tajarrud) artinya adalah memberikan
semua potensi yang dimiliki dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
dakwah. Dengan demikian, tidak terbatas pada amanah kepengurusan
formal. Dimanapun kader berada, dimanapun kader beraktivitas, melalui
sarana apapun kader berkarya, semua bisa dioptimalkan bagi kepentingan
pencapaian tujuan dakwah. Semua tetap terajut dalam kerja sistemik
(amal jama’i), yang akan membuahkan hasil yang sistemik pula.

Setelah rampung prosesi pergantian kepengurusan, kita ucapkan selamat
bertugas dan mengemban amanah bagi para kader yang mendapatkan peran
struktural. Curahkan segala potensi dan kemampuan anda dalam
menunaikan amanah kepengurusan, dengan segenap kesungguhan dan
dedikasi, dengan segenap kecintaan dan pengurbanan. Optimalkan
pembelajaran selama mengemban amanah kepengurusan, sehingga purna
kepengurusan nanti anda memiliki banyak sekali ilmu, wawasan,
pengetahuan, ketrampilan dan semakin bertambah potensi yang anda
miliki.

Bagi para kader yang telah purna masa khidmahnya dalam struktur
kepengurusan formal, kita ucapkan selamat atas keberhasilan memberikan
kontribusi terbaik selama masa kepengurusan. Anda telah mendapat
pengalaman dan pembelajaran berstruktur yang sangat penting bagi
peningkatan kapasitas anda, dan sekarang anda telah memberikan
kesempatan kepada kader-kader muda untuk mendapatkan pengalaman dan
pembelajaran tersebut. Organisasi dakwah ini adalah sebuah Universitas
yang terus mencetak kader untuk semakin lengkap potensinya.

Selamat berkontribusi pada lahan-lahan amal yang baru, di luar
struktur kepengurusan organisasi. Ada sangat banyak lahan kontribusi
menanti anda, ada sangat banyak kesempatan beramal di jalan dakwah,
ada sangat banyak peran yang bisa anda lakukan, tanpa harus berada
dalam struktur kepengurusan formal. Semua tetap dalam bingkai amal
jama’i yang teratur rapi. Semua tetap dalam satu koordinasi dan
konsolidasi untuk mencapai mimpi-mimpi yang kita bangun selama ini.

Itulah beberapa kesadaran besar yang harus kita kuatkan dalam
kehidupan dakwah. Jangan ada kader yang merasa dicampakkan, atau
dilupakan, atau dibuang, hanya karena dirinya tidak tertampung dalam
jajaran kepengurusan. Jangan ada kader yang kecewa dan merasa terhina
hanya karena tidak masuk dalam struktur organisasi. Semua kader dakwah
mengerti lahan-lahan tempat berkontribusi. Semua kader dakwah memahami
untuk tujuan apa terlibat dalam dakwah ini. Teruslah bekerja, teruslah
berkarya, hingga akhir usia. Menjadi apapun kita di organisasi dakwah
yang kita cintai, atau tidak menjadi apapun. Jangan pernah berhenti.

Fa idza faraghta fanshab, wa ila Rabbika farghab.

*posted by: pkspiyungan.blogspot.com

0 komentar: